Yang baju orange jangan sampe lepas!
Abis Nai ngacir banget. Bikin khawatir hilang di hutan.
Abis Nai ngacir banget. Bikin khawatir hilang di hutan.
"Gak lihat, Bu."
Duh! Napas yang belum hilang ngos-ngosannya, sekarang ditambah dengan hati yang mulai deg-degan.
Masa' gak lihat, sih? Trus, Nai kemana?
"Mas, lihat anak perempuan pakai baju orange lewat, gak? Anak kecil, Mas." Saya kembali bertanya ke crew Tanakita lain yang sedang melintas. Saya sangat gak yakin kalau mereka melihat. Karena yang kami lewati adalah jalan setapak. Kalau crew pertama yang baru saja lewat beberapa menit lalu gak melihat, rasanya kecil banget kemungkinan crew yang berikutnya akan berpapasan dengan Nai.
"Gak ada anak kecil yang lewat, Bu."
Walaupun saya sudah menduga jawabannya akan seperti itu, tetap aja lutut menjadi lemas mendengarnya. Jantung saya semakin berdegup kencang.
------------------------------
"Nai! Tunguuu ...!"
"Nai! Jangan kecepetan ...!"
Berulang kali saya harus berteriak memanggil Nai yang melesat
sendirian. Saat itu, kami (minus Keke yang lebih memilih river
tubing) dan 1 rombongan keluarga besar yang menjadi tamu Tanakita,
sedang berjalan kaki menuju Tanakita Riverside.
Sebetulnya untuk menuju sana bisa aja naik angkot. Tapi, jadi gak
berpetualang kalau naik angkot. *Naik angkot mah di kota aja :p*
K'Aie mengajak trekking ke Tanakita Riverside. Berarti kami berjalan
kaki menyusuri jalan setapak di hutan.
Memang bukan di tengah hutan belantara. "Hanya" di pinggir hutan. Walau begitu tetap aja jalannya masih alami. Harus hati-hati, terlebih bila hujan turun. Apalagi di sepanjang 2/3 perjalanan ada jurang di pinggirnya.
Memang bukan di tengah hutan belantara. "Hanya" di pinggir hutan. Walau begitu tetap aja jalannya masih alami. Harus hati-hati, terlebih bila hujan turun. Apalagi di sepanjang 2/3 perjalanan ada jurang di pinggirnya.
Mungkin merasa sudah hapal jalan karena sudah berkali-kali kami
trekking ke Riverside, Nai pun langsung melesat sendiri. Sesekali
dia meloncat seperti kancil. Saya berkali-kali harus berteriak
memintanya untuk berhenti. Padahal sulit untuk berteriak di saat
bernapas aja sudah ngos-ngosan karena harus berlari mengejarnya. Ya,
saya harus berteriak memintanya berhenti karena kalau tidak gak akan
kekejar. Nai larinya cepat :D
Nai memang sudah hapal jalan, tapi saya merasa kami semua harus
tetap jalan bersama. Tentu alasan utamanya untuk saling menjaga
keselamatan. Trekking di hutan dengan kondisi jalan setapak yang apa
adanya. Jalurnya gak selalu datar, kadang menurun dan menanjak. Ada
juga jalan yang licin. Kebanyakan melewati jalan setapak yang di
pinggirnya jurang.
Bagaimana kalau dia terpeleset atau terguling karena jalanan licin?
Bagaimana bisa tau kalau dia terpeleset bila jalan sendirian? Siapa
yang bisa langsung menolong kalau dia terjatuh saat jalan sendirian?
*Duh, pikiran saya mulai aneh-aneh karena khawatir, nih*
Lama kelamaan teriakan saya semakin berkurang. Kalah dengan napas yang semakin terengah-engah dan rasa lelah karena mengejarnya. Ya, seharusnya trekking di jalani dengan berjalan santai, khususnya buat saya :D
Lama kelamaan teriakan saya semakin berkurang. Kalah dengan napas yang semakin terengah-engah dan rasa lelah karena mengejarnya. Ya, seharusnya trekking di jalani dengan berjalan santai, khususnya buat saya :D
----------------------
Dan, saya pun duduk di sebuah persimpangan ...
Di tengah perjalanan trekking, kami akan menemui sebuah persimpangan.
Satu-satunya persimpangan yang ada Ke kanan untuk menuju Tanakita
riverside, ke kiri untuk menuju start river tubing.
Saat itu saya hanya menunggu bersama seorang anak laki-laki kelas 2
SD. Anak dari salah seorang tamu yang ikutan trekking bersama kami.
Dia ikut berlari ketika saya mengejar Nai. Rombongan lain tertinggal
jauh. Berkali-kali, saya menengok ke belakang, belum juga nampak
rombongan trekking datang. Saya semakin gelisah karena beberapa kali
bertanya ke crew Tanakita yang lewat dan mendapatkan jawaban tidak
melihat anak kecil berkostum jersey warna orange.
Jangan-jangan Nai kebawa sama Keke?
Saat sedang menyusuri jalan setapak, tau-tau Keke datang sambil
berlari. Tujuan dia adalah river tubing. Sama seperti Nai, Keke pun
melesat meninggalkan rombongan tamu yang juga akan river tubing.
Merasa klop, Keke dan Nai pun semakin melesat ketika mereka bertemu.
Meninggalkan saya dan rombongan lain jauh di belakang. Hingga akhirnya
mereka hilang dari pandangan.
Saya berharap Nai memang kebawa Keke. Setidaknya itu dugaan yang
lebih menenangkan daripada menduga yang lain, seperti jatuh. Hiii ...
Tapi, kalau Nai sampai kebawa sama Keke, trus gimana dia baliknya? Gak
mungkin juga Nai ikut Keke menyusuri sungai. Nai gak pakai
perlengkapan untuk river tubing. Lagipula badannya masih kekecilan
untuk ikut aktivitas tubing.
Akhirnya rombongan besar yang ditunggu muncul juga ...
Saya pun langsung nyerocos menceritakan kejadiannya. Seorang crew
Tanakita yang ikut menemani trekking dengan sigap mengatakan akan
mencari ke tempat start tubing. Saya pun mulai sedikit lega.
Setidaknya mulai ada yang bantuin cari.
Trus, apakah kemudian saya mulai bisa trekking dengan santai.
Ternyata enggak ...!
Kali ini giliran anak kecil yang mengikuti saya dari awal trekking
yang mengajak berlari. Kembali saya harus berteriak dan berlari. Ini
anak kecil pada makan apa, sih? Energinya turbo semua. Untungnya
anak ini masih mau nungguin saya. Menurut kalau saya minta berhenti.
Ya, mungkin karena dia baru pertama kali juga trekking di sana
hahaha :D *nasiiib ... nasiiiib ...* *pegangin lutut yang kembali
nyut-nyutan*
Kenapa gak dari awal bukan K'Aie yang mengikuti Nai? Pasti secara
tenaga K'Aie lebih bisa mengikuti ritme langkah kaki Nai. Itu
karena kami berjalan dalam rombongan besar dengan rentang usia
batita hingga lansia. K'Aie tidak hanya hapal jalan tapi juga tau
bagaimana trekking yang aman. Tentu aja K'Aie lebih baik tetap
bersama rombongan. Akhirnya yang 'ketiban' usaha mengejar Nai
adalah saya hahaha!
Ketika saya sedang beristirahat sejenak di pinggir sungai karena napas yang terengah-engah, tau-tau ada yang nyolek dari belakang. Yaelah ...! Bocah perempuan berkostum jersey orange tau-tau udah di belakang bundanya lagi. Nai pun nyengir seperti tidak merasa sudah mekakukan sesuatu yang sudah bikin bundanya khawatir.
Ternyata benar dugaan saya. Nai kebawa Keke ke arah tempat river tubing. Mereka berdua asik berlari sambil ngobrol sepanjang jalan hingga gak sadar ada persimpangan. Nai baru sadar kalau salah jalan setelah crew Tanakita yang mencari menemukannya. Dan dengan cepat dia kembali, menyalip rombongan besar, kemudian bertemu dengan saya yang lagi beristirahat sejenak. *Lagi-lagi rombongan erada jauh ketinggalan di belakang*
Nai kembali berlari. Kali ini bersama dengan anak laki-laki yang dari tadi menemani saya. Saya pun kembali berlari. Untung aja Tanakita Riverside sudah semakin dekat. Jalur trekking sudah cenderung aman. Udah gak berjalan di pinggir jurang, jalannya juga banyak yang rata walopun masih ada tanjakan dan turunan. Paling tinggal melewati 1 turunan terakhir yang agak tinggi dan licin, sehingga harus lebih berhati-hati.
Nilai positif yang bisa saya ambil dari kejadian waktu itu adalah kalau segala sesuatu memang butuh proses. Seringkali gak instant. Masih inget banget, bertahun-tahun lalu ketika mulai mengajak anak-anak trekking. Mereka gak pernah kelihatan jijik'an, sih kalau cuma sekadar kaki dan tangan kotor karena lumpur. Tapi, belum kuat jalan jauh.
Biasanya kami bujukin untuk tetap berjalan. Beristirahat dulu bila perlu. Tapi kalau masih rewel juga, K'Aie yang kebagian tugas menggendong anak-anak secara bergantian. Sekarang mereka udah gak minta gendong lagi. Tapi kali ini giliran yang sesekali kami mengejar mereka hehehe ...
PR saya berikutnya adalah melatih stamina agak gak terlalu kalah sama anak-anak hahaha. Etapi yang terpenting adalah harus semakin mengingatkan Keke dan Nai tentang kebersamaan. Apalagi kalau lagi di alam bebas seperti itu. Yang penting adalah bukan tentang siapa yang duluan sampai karena sedang tidak berlomba. Tapi tentang kebersamaan. Jalannya bareng, sampenya juga bareng.
Ketika saya sedang beristirahat sejenak di pinggir sungai karena napas yang terengah-engah, tau-tau ada yang nyolek dari belakang. Yaelah ...! Bocah perempuan berkostum jersey orange tau-tau udah di belakang bundanya lagi. Nai pun nyengir seperti tidak merasa sudah mekakukan sesuatu yang sudah bikin bundanya khawatir.
Ternyata benar dugaan saya. Nai kebawa Keke ke arah tempat river tubing. Mereka berdua asik berlari sambil ngobrol sepanjang jalan hingga gak sadar ada persimpangan. Nai baru sadar kalau salah jalan setelah crew Tanakita yang mencari menemukannya. Dan dengan cepat dia kembali, menyalip rombongan besar, kemudian bertemu dengan saya yang lagi beristirahat sejenak. *Lagi-lagi rombongan erada jauh ketinggalan di belakang*
Nai kembali berlari. Kali ini bersama dengan anak laki-laki yang dari tadi menemani saya. Saya pun kembali berlari. Untung aja Tanakita Riverside sudah semakin dekat. Jalur trekking sudah cenderung aman. Udah gak berjalan di pinggir jurang, jalannya juga banyak yang rata walopun masih ada tanjakan dan turunan. Paling tinggal melewati 1 turunan terakhir yang agak tinggi dan licin, sehingga harus lebih berhati-hati.
Nilai positif yang bisa saya ambil dari kejadian waktu itu adalah kalau segala sesuatu memang butuh proses. Seringkali gak instant. Masih inget banget, bertahun-tahun lalu ketika mulai mengajak anak-anak trekking. Mereka gak pernah kelihatan jijik'an, sih kalau cuma sekadar kaki dan tangan kotor karena lumpur. Tapi, belum kuat jalan jauh.
Biasanya kami bujukin untuk tetap berjalan. Beristirahat dulu bila perlu. Tapi kalau masih rewel juga, K'Aie yang kebagian tugas menggendong anak-anak secara bergantian. Sekarang mereka udah gak minta gendong lagi. Tapi kali ini giliran yang sesekali kami mengejar mereka hehehe ...
PR saya berikutnya adalah melatih stamina agak gak terlalu kalah sama anak-anak hahaha. Etapi yang terpenting adalah harus semakin mengingatkan Keke dan Nai tentang kebersamaan. Apalagi kalau lagi di alam bebas seperti itu. Yang penting adalah bukan tentang siapa yang duluan sampai karena sedang tidak berlomba. Tapi tentang kebersamaan. Jalannya bareng, sampenya juga bareng.
30 Comments
Wihhh keren Nai... sampe bikin Chi nyut2nyutan hhhheee...
ReplyDeleteCabe rawit nihh Nai.. :D
itu karena dia udah hapal rutenya. Makanya petakilan :D
Deletebacanya ikutan ngos2an nih aku :) naluri ibu suka bawel(akumaksudnya heheh) ya apalagi kalau di tengah hutan gitu
ReplyDeletekhawatir dia jatuh, Lid :D
DeleteUdah gede mainnya kejer2an ya mak. Inget terakhir naik sikunir ma nadia dia udah naik duluan jauh sama temennya mak idah cheris meninggalkan emaknya yg ngos2an hahhaahha....
ReplyDeleteItulah kalo terbiasa jalan sejak kecil jauhnya kaya apa ya ga akan ngomel
betul, Mbak. Karena udah terbiasa, makanya jadi lincah :D
Deletemak di hutan2 gitu pernah nemuin ular gak sih?
ReplyDeleteKalau di hutan pasti ada. Saya sih belum pernah ketemu. Alhamdulillah. semoga jangan karena saya takut banget sama ular. Tapi katanya ular dan binatang lainnya sebetulnya takut dengan manusia. Selama kita gak ganggu mereka aja
Deletehahaha :D bodor! kalo jalan-jalan sama Nabil juga sama. Duh coba ya mereka dilengkapin magnet apa gitu biar nempel ibu/bapaknya :)))))))
ReplyDeletenah, ada gak, ya, magnet yang bisa nempel ke anak-anak? hihihi
Deletekalo wisata ama anak kecil, memang gini nih resikonya :D... apalagi kalo anaknya aktif bgtt... Fyllypun suka lari2 sndiri kalo kita sdg wisata mba.. tp untungnya, krn msh 3 thn, kakinya blm cepet2 amat kalo lari ;p.. jd msh bisa kekejar... tp aku slalu mnta papinya deh yg lari2 :D
ReplyDeletekalau waktu masih balita, suami saya yang gendong anak-anak hahaha. Karena mereka memang jarang petakilan kecuali kalau udah akrab suasananya :D
Deletekumat deh jantung bundanya hahahaha
ReplyDeleteiya hehehe
Deletehehe beda sama anakku yg masih suka nempel kemana2.. hebat nai
ReplyDeletekarena di sini Nai udah tau medannya, Mbak :)
DeleteTempatnya asyik mbak...anak2 ku pasti suka...sayangnya jauuh... :D
ReplyDeletecari yang dekat-dekat, Mbak :)
DeleteHaaa...ikut ngos-ngosan ngebayangin deg-degannya nyari Nai.. :D
ReplyDeletehehehe
Deletememang anak kecil itu selalu akktif akhirnay mereka lari terus ,sedangkan maknya yg staminanya sudah uzur akhirnya harus keteteran. Pengalaman aku dulu juga gitu
ReplyDeletebetul, Mbak :)
DeleteHaduuh mau dong sekali-kali tante manis ini diajak main ((tante))
ReplyDeleteNanti tante ngilang, gak? :D
Deletehaduuh Nai bikin dag dig dug niih #eh, iya ngebacanya ikut dge2an mak chi... secara anak2 saya juga klo jalan ceept bgt kayak gini. klo ga dipegangin suka ilang duluan.
ReplyDeletekebayang dag dig dugnya mak chi
iya bikin deg-degan aja :)
DeleteBikin deg-degan aja :D
ReplyDeleteiya :D
DeleteHIhihiii...mana dengkul nyut2annya Mak Chi, sini toss dengkul dulu. Lincah banget sih ini Si Nai :)
ReplyDeletemakanya makin susah ngejar Nai :D
DeleteTerima kasih untuk kunjungannya. Saya akan usahakan melakukan kunjungan balik. DILARANG menaruh link hidup di kolom komentar. Apabila dilakukan, akan LANGSUNG saya delete. Terima kasih :)